Tantangan Pemuda 4.0: Mindset dan Ketertutupan

1952 views
Tantangan Pemuda 4.0: Mindset dan Ketertutupan

Sumber: cnnindonesia.com

Anak-anak milenial –yang sering dikonotasikan dengan Generasi X- tentu familiar dengan terminologi virtual, internet of thing, the third wave, big data, cloud computing dan seterusnya.

Benar belaka, terminologi-terminologi tersebut diproduksi oleh automatic and smart machine (mesin pintar nan otomatis) dalam bentuknya yang paling mutakhir. Memang, kini dunia telah menyemai revolusi gigantis yang ke-4, atau umumnya dikenal dengan Revolusi Industri 4.0.

 

Era Baru

Sejak diumumkan di tahun 2012 silam oleh Germany’s High Tech Strategy 2020 dalam gelaran Hannover Fair, Hannover, Revolusi Industri 4.0 berikut wacana-wacana derivatnya menguasai wacana global. Dunia seperti berputar 180 derajat: mesin komputer yang awalnya dioperasikan secara manual digantikan oleh teknologi Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) yang dianggap sebagai invensi ‘paling manusiawi’.

Dia dianggap paling manusiawi sebab dia mulai mengadopsi dan menyuntikkan ‘sistem kesadaran’ manusia ke dalam sistem mesin otomatis. Sementara ini miniatur teknologi tersebut dapat kita nikmati lewat beberapa perangkat ponsel pintar, drone, dan lain-lain.

Kelak, teknologi tersebut memang diproyeksikan untuk menggantikan otak manusia dalam menjalankan fungsi berpikir dan berperasa, sekaligus berkarya. Tentu saja, pemanfaatan teknologi tersebut mempertimbangkan aspek kemudahan, keamanan, efisiensi, dan efektifitas.

Menurut Kinzel (2016), revolusi industri 4.0 ditandai dengan beberapa simpul, antara lain; cyber-physical system, information and communication technology, network communication, big data and cloud computing, human-computer, dan modeling, virtualization, dan simulation. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sudah menyediakan padanan kata untuk tiap-tiap kata, idiom, dan ungkapan serapan –khususnya yang berasal dari bahasa Asing-, namun saya masih lebih suka menggunakan istilah aslinya.

Berikut akan diberikan penjabaran sederhana mengenai istilah-istilah tersebut; Cyber-physical system adalah pemindaian informasi fisik melalui teknologi sensor. Hasil pemindaian tersebut ditabulasikan ke dalam sistem digital, lalu diwujudkan kembali (re-printed) dalam bentuk yang sama-persis dengan bentuk semula. Contoh sederhanya; hasil perekaman kamera terhadap ayam akan menghasilkan ayam dalam wujud tiga dimensi, bukannya gambar ayam.

Information and communication technology atau sering disebut sebagai ICT merupakan digitalisasi sistemik seluruh sistem entri dan rantai nilai, lalu diagregasikan ke dalam rantai sistem yang lebih spesifik. Hasil akhir dari pengembangan teknologi ICT ini berupa produk-produk manufaktur yang pada dirinya tertancap kemampuan menjadi agen sekaligus observer.

Contoh gampangnya adalah kemampuan produk tekstil (baju) menyesuaikan diri dengan temperatur dan suhu pemakainya. Selain itu, baju tersebut juga dimampukan untuk memonitor dirinya sendiri; kapan ia masih dan layak pakai. Artinya, ia dapat memberi rekomendasi penggunanya untuk masuk lemari atau mesin cuci.

Network communication adalah sistem komunikasi dengan tingkat akurasi yang mendekati presisi. Internet dan sistem wireless (nirkabel) merupakan dua kata kunci utama pengembangan teknologi ini. Inovasi di bidang ini dapat mempercepat laju distribusi dan desentralisasi. Contohnya adalah sistem pemindaian sidik jari sebagai ganti dari model presensi manual.

Yang terakhir adalah big data and cloud computing. Secara sederhana dapat digambarkan, bila hard disk dan memory ponsel hanya mampu menyimpan dan menampung informasi, big data and cloud computing malah dapat digunakan untuk pemodelan, virtualisasi dan simulasi.

Penjelasan di bagian ini agak rumit dan sukar dibahasakan dalam kiasan dan realitas harian yang dapat kita temui dengan mudah. Sebab, tekonologi ini berhubungan dengan teknologi nano dan sistem partikelir yang hari ini sedang dikebut pengembangannya. Namun, ponsel-ponsel keluaran terkini sudah menyediakan ruang penyimpanan berupa Cloud, entah Cloud produksi Microsoft maupun Google.

Perkembangan teknologi nyaris tak terkejar oleh manusia dari belahan dunia ketiga seperti kita. Namun demikian, generasi milenial harus mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan untuk menatap digitalisasi mesin, pasar, pendidikan, dan sebagainya di masa mendatang.

 

Tantangan Pemuda

Ada yang bilang, ‘pengguna ponsel pintar belum tentu orang pintar’. Persebaran hoaks dan fitnah di berbagai lini masa menggambarkan betapa pengguna ponsel pintar belum punya kecukupan nalar dan logika untuk menyaring sebelum sharing.

Tolok ukur kepintaran di sini tidak mengacu kepada derajat ijazah tertentu, namun lebih kepada penginsyafan nilai-nilai common sense (kewarasan umum).

Menurut sebuah rilis, dengan tingkat kepadatan demografis yang tinggi, Indonesia berada dalam peringkat yang kompetitif dengan negara-negara besar Asia lainnya sebagai pengguna aktif berbagai produk virtual/internet. Sayangnya, konsumen produk virtual dalam negeri masih berkisar di sekitaran pengguna pasif, dan hanya nol koma sekian persen yang berstatus sebagai pengguna aktif sekaligus pemanfaat.

Baru setelah tahun-tahun belakangan orang banyak melirik e-commerce, gegap gempita anak-anak muda untuk memanfaatkan internet sebagai ladang pekerjaan dan karier mulai meningkat.

Pasar elektronik (e-commerce) adalah pasar potensial yang dapat menampung berbagai jenis inovasi dan kreatifitas. Jangkauan transaksi berikut komoditas pasarnya pun tak terbatas (borderless).

Dengan melihat geliat pasar global di internet, anak-anak milenial diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan, misalnya membekali diri dengan kemampuan-kemampuan teknis dan spesifik. Kompetsisi di level global meniscayakan ketajaman skil, kematangan pribadi, kedalaman jejaring dan daya adaptif yang tinggi.

Selain itu, anak-anak milenial memerlukan kemandirian untuk menempa diri dengan; kemampuan menjalankan produk teknologi, kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir kritis dan inovatif, kemampuan digital, kemampuan mengola berpikir mandiri, kemampuan bergaul dengan masyarakat global, kemampuan berbahasa Asing, dan kemampuan-kemampuan lain yang erat-terkait dengan inovasi dan kreatifitas.

Karena masa depan dunia akan terus bergerak ke arah kreatifitas dan inovasi, negara-negara maju sudah sejak beberapa tahun silam mencanangkan rancangan gagasan ‘masa depan tanpa ijazah’. Rancangan tersebut tidak serta merta mengesampingkan institusi pendidikan sebagai penerbit ijazah, namun titik tekannya jatuh pada pengejawantahan independent learner (pelajar yang mandiri).

Institusi pendidikan, kemudian, hanya bertugas membantu seorang pembelajar untuk menemukan, mengenali, lalu mengambil fokus yang jitu untuk menggali potensialitas dirinya dalam rentan konsistensi yang panjang. Bila diungkapkan secara analogis: menjadi seorang yang pintar saja tidak cukup; Anda harus menjadi seseorang yang istimewa. Secara lebih spesifik: senjadi sarjana itu mudah; Anda hanya butuh kuliah. Tapi, untuk menjadi istimewa Anda harus berguru kepada kehidupan.

Dengan begitu, rintangan dan tantangan anak-anak milenial dewasa ini tidak tergelar di luar dirinya, namun mendekam di dalam benak dan mindset-nya sendiri: perubahan itu nyata, ketertutupanlah yang diam-diam akan menikam mereka.

eradigital pemuda teknologi4.0

Related Post

Leave a reply