Newbie butuh IA, bukan sekedar AI

1981 views

Informasi harus diolah agar ia jadi pengetahuan; pengetahuan harus diuji dengan metodologi agar ia mengkristal jadi padatan-padatan ilmu; dan ilmu yang menggumpal dalam teori harus diejawantahkan ke dalam praksis agar ia berguna bagi sesama. [mhdc]

Newbie butuh IA, bukan sekedar AI

Newbie berkecenderungan menumpuk informasi sebagai kebenaran, tanpa melewati proses verifikasi yang memadai. Risikonya: taklid kepada informasi menjadi pintu masuk penyebaran hoaks, misinformasi, dan lainnya (Kredit foto: vectorstock.com)

Apa itu kesadaran? Kesadaran, menurut Oxford Languages, adalah the state of being awake and aware of one’s surroundings (keadaan sedang terbangun dan tersadar akan lingkungan sekitar). Dua kata kunci penting dari pengertian ini: sadar dan terbangun.

Jika pengertian yang diberikan di atas ditarik ke dalam contoh praksis dapat berupa: seseorang yang berkesadaran adalah dia yang terbangun-penuh-kesadaran akan posisinya di tengah-tengah sebuah lingkungan.

Sebaliknya, seseorang yang tidak memiliki kesadaran terhadap keadaan sekeliling -dan terdekat- dapat dikenai purbasangka bahwa dia tidak memiliki kesadaran. Orang ini mungkin masih memiliki indera yang cukup sebagaimana umumnya orang-orang lain. Namun, indera-indera tersebut, atas kehendak dan kecenderungan primordialnya, dihalangi sendiri untuk menerima segala yang hendak masuk pada dirinya; baik sebagai berita, pengetahuan, ilmu, atau yang lain.

The state of being (keadaan demikian) di satu pihak membuat diri seakan memenangkan sesuatu, lalu terdorong untuk membagikan apa yang diyakininya sebagai “kemenangan” itu kepada orang-orang lain. Di lain pihak, dia tidak punya kesanggupan merasai bahwa orang-orang lain di luar sana akan menolak, mementahkan, atau mengenggani keyakinan nisbinya itu.

Kita menjumpai banyak orang dari banyak kelas sosial yang memiliki kecenderungan seperti ini. Dan nahasnya, ini kerap menimpa jenis manusia dari lingkungan yang homogen (baik dalam pengertian sosial, budaya, maupun keyakinan). Termasuk homogen, di antaranya, adalah anggota  penganut sutau kepercayaan dalam suatu komunitas, dan komunitas tersebut tidak membuka diri pada kekayaan khazanah dari luar yang dipakainya sendiri.

Benarlah temuan yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mengubah perilaku dan tabiat adalah lingkungan. Di luar lingkungan ada pula pendidikan. Yakni bahwa perubahan perilaku dan sikap mendapatkan pengaruh yang kuat dari lingkungan dan tingkat kemelekan pada literasi. Semakin baik suatu lingkungan, semakin baik pengaruhnya pada pola perilaku yang kelak menjadi tabiat seseorang. Demikian juga pendidikan: makin baik tingkat keterdidikan, kian baik pula perilaku dan tabiat.

Namun, yang harus ditekankan, sejauh mana tarikan keterdidikan dan lingkungan dapat memengaruhi kepribadian? Inilah soal yang kita hadapi dewasa ini, di negeri ini, lebih-lebih sejak kehadiran Medsos.

Medsos memang telah memangkas disparitas diseminasi informasi. Teknologi telah melayani kita dengan aneka informasi yang bergerak dengan tangkas dan cepat. Informasi apapun dapat kita serap dengan segera tanpa harus bercapai-capai mengejar atau mencarinya secara manual. Semua kebutuhan akan informasi yang kita perlukan kini sudah tersedia di genggaman tangan, dan di mana pun kita dapat mengaksesnya.

Dunia baru, yang kita kerap melafalkannya sebagai dumay (dunia maya), adalah belantara raya yang tidak benar-benar kita kenali. Dia tiba-tiba menghampar begitu saja. Dan berkat persaingan produk-produk digital yang menggila, para pengguna baru (newbie) turut keciptaran berkah berupa harga yang kompetitif untuk saku orang-orang desa.

Namun demikian, di luar kemudahan akses dan keterbelakangan para pengguna, produk digital adalah belantara raya yang dihuni oleh aneka makhluk buas berdarah dingin.

Jika para penjelejah dumay tidak menyiapkan diri dengan segala keperluan yang dibutuhkan untuk hidup secara berjarak dengan berbagai produk teknologi, mereka justru hanya akan kian terperosok ke dalam lubang gelap informasi. Banyak orang terjebak, kehilangan kompas, dan tersesat selamanya. Namun sayangnya, dia yang terjebak malah merasa sedang baik-baik saja.

Contoh ketersesatan nyata termutakhir adalah perihal keberadaan virus mematikan yang bermula di China itu. Banyak orang, lebih-lebih mereka yang datang dari lingkungan homogen, menampik ide pandemi; lalu menerima dan memercayai ide yang tak mungkin mereka jangkau, semisal wacana konspirasi.

Sudah tak terhitung jumlah mereka yang tertelan wacana tersebut. Lingkungan terdekat dan terjauh yang bisa mereka jadikan referensi juga tak mendukung untuk membuka diri pada sebanyak mungkin informasi. Mereka berada lingkaran homogen, dan homogenitas itu juga mereka temukan di ruang-ruang Mesdsos. Kenapa? Dengan teknologi AI, orang-orang homogen itu selalu dipersuakan dengan informasi, berita dan lainnya yang bekesusaian seleranya sendiri.

Sudah saatnya AI (Artificial Intelligence) dibersamai dengan IA (Intelligence Assistent).

Informasi harus diolah agar ia jadi pengetahuan; pengetahuan harus diuji dengan metodologi agar ia mengkristal jadi padatan-padatan ilmu; dan ilmu yang menggumpal dalam teori harus diejawantahkan ke dalam praksis agar ia berguna bagi sesama. Di sinilah kesadaran, yakni ketika pengetahuan berbuah kemanfaatan.

ai eradigital ia newbie

Related Post

Leave a reply