Kita Butuh Pemakluman yang bukan Sekedar

810 views

Di beranda FB, secara tak sengaja, saya menemukan status FB live ber-thumbnail telur. Ketika saya klik, dua orang pemuda modis berambut pirang sedang memegang telur.

Kita Butuh Pemakluman yang bukan Sekedar

Karena saya penasaran mau diapakan kira-kira telur tersebut, saya pun melanjutkan menonton.

Penasaran saya terhenti ketika seorang pemuda modis yang satu memecahkan telur, sedang pemuda modis satunya lagi memegang beberapa biji korek kayu. Saya tahu arah video ini.

Sejak awal, saya sudah menduga bahwa akan ada atraksi yang membuat penontonnya harus menunggu. Namun rupanya penonton tak satu suara. Sebagian emotikon yang melayang dalam tayangan live ini memang emotikon laughing, namun tak sedikit pula yang memencet angry.

Atraksi ini, katakanlah dianggap sebagai atraksi lelucon, jelas tak berhasil. Lebih tak berhasil lagi kalau aktraksi tersebut dimaksudkan sebagai pertunjukan “cara memasak telur yang benar”.

Kemasygulan awam pun berderit dalam benak saya: adakah hal demikian dapat dimaklumkan?

Ada banyak peristiwa lain yang tak kalah “membagongkan”, dan itu juga berlangsung di dalam alam terbuka. Bahasa kiwarinya, public sphere. Berduyun-duyun orang bertandang menonton sambil terbahak-bahak, namun juga tak sedikit yang mengernyitkan dahi (yang anehnya juga jadi penonton sepersis saya). Aksi banalitas terhadap makanan pokok berlangsung di situ, bahkan atas restu sekelompok orang dari berbagai belahan bumi,  lipatan ras, sosial, agama dan lainnya dengan jumlah yang tak sedikit. Dan sangat mungkin pula sebagian dari mereka yang memencet emotikon laughing tersebut adalah anggota tetap pasukan mendang-mending.

Orang-orang tersebut, akibat menonton video ini, terbahak keras sekali sampai kucing tetangganya yang sedang istirahat pun sampai terpental. Di pihak lain, orang-orang lain mengernyitkan dahi sambil memaki dan menyumpahnyerapahi, yang bahkan tak seekor semut pun dapat menjangkau makian dan sumpah-serapahnya.

Jika realitas di atas dapat dimaklumi karena antara penonton dan tayangan tontonan berada dalam jarak, maka realitas lain dalam dunia relasi sosial riil juga berlangsung.

***

Suatu saat, di akhir pekan yang gerimis, saya mengantarkan anak-bini pergi pelesiran dengan motor butut. Di tengah perjalanan, gerimis kian menggila, dan kami terpaksa menepi pada sebuah deret bangunan non-permanen yang memanjang.

Beberapa orang juga tampak tergopoh di belakang kami mencari tempat perlindungan terdekat. Di antara mereka ada yang tiba di tempat kami sepersis selepas disiram bah: tak sehelai benang kering pun tersisa. Air hujan tanpa iba sedikit pun mengguyupi mereka tanpa ampun.

Saya belum sempat membuka penutup kepala berlambang SNI ketika di antara deru hujan yang membiru terdengar gelak tawa dari kursi panjang tak jauh dari kami berdiri. Rupanya, bangunan panjang ini adalah kantin yang sedang ramai pengunjung. Mereka terbahak keras sekali, seakan hujan bercampur angin-petir ini tak dianggap ada: entah atap penopang bangunan tak jauh dari ubun-ubun mereka akan runtuh atau tersapu angin.

Namun yang lebih membangongkan saya adalah: sekira sepelemparan siulan suit remaja tanggung terdapat kuburan umum yang amat luas, TPST (tempat pembuangan sampah terpadu) yang sengatan baunya bahkan lalat pun tutup hidung, dan rumah sakit.

Dari tempat saya berdiri, terlihat dua gundukan tanah masih segar. Sepertinya, itu gundukan kuburan baru. Di sebelahnya, air hujan yang meluber dari TPST membawa segala macam limbah kota. Limbah ini cukup membuat saya mules dan nyaris tak bernafsu merogoh saku untuk membakar kemenyan kelelakian berlogo A. Di sebelahnya lagi, antrian mengular di rumah sakit rupanya sampai membuat pasien harus rela berpayung.

Dan, sebagaimana saya ceritakan, orang-orang di kantin seperti terkomanda untuk tertawa, lepas dan keras sekali.

***

“Dua Dunia” (maya dan nyata) yang tampak berseberangan kini kian karib dan akrab dengan kita. Mungkin kita memang butuh pemakluman yang lebih agar hidup kita lebih tenteram.

Kita butuh pemakluman yang bukan sekedar.

hidup introspeksi Kita Butuh Pemakluman Kita Butuh Pemakluman yang bukan Sekedar

Related Post

Leave a reply