Bersekolah: Tunjukkan Bukti, bukan Janji

1849 views

Buat dirimu sakses. Dengan cara apapun. Yang penting bukan dengan cara menilap duit negara. Dengan menjadikan diri Anda sakses, Anda tak perlu berbusa-busa menjejalkan isi otak ke hadapan sinismen dan siniswomen.

Bersekolah Tunjukkan Bukti bukan Janji

Banyak pertanyaan klise dari masyarakat bawah tentang peran sekolah bagi masa depan. Sebetulnya jawabannya adalah diri kita sendiri, selaku penganjur dan pengampanye pentingnya sekolah (Kredit foto: inc.com)

Orang yang bisa mengatakan bahwa sekolah tidak perlu tinggi-tinggi pastilah orang dengan selera sinis tinggi. Ya, gimana tak culun, eh lucu, di zaman menterengnya elmu dan pengetahuan ini masih ada orang yang berpandangan kolor, eh kolot.

Terang saja, pandangan macam begitu tak bakal populer. Malah sebaliknya, akan dihinadinaken!

Sekolahlah! Sampai tak ada lagi bangku sekolah. Belajarlah! Sampai usiamu habis. ini wejangan chas sekolahan, atawa minimal produk sekolahan. Sekolah itu penting. Lebih penting dari nyari bini. Eh.

Sekolah memang penting. Pengetahuan lahir dari orang-orang sekolahan. Inovasi-inovasi dirakit di laboratorium sekolah. Penyegaran-penyegaran peradaban dimulai dari bangku sekolah. Penemuan-penemuan mutakhir dalam banyak bidang dihasilkan oleh orang sekolahan. Dan banyak lagi.

Bersekolah, Buat Apa?

Tapi, ada jadinya kalau bersekolah hanya untuk bisa baca-tulis?

Kalau pertanyaan ini terlontar di zaman Orde Baru, penanyanya mungkin sudah dituduh subversif. Selain dikucilkan, tentu saja sel tempat dia menghabiskan sisa-sisa usia. Tak akan keluar dari sana sebelum isi otaknya dirapikan.

Tapi, itupun kalau kedengaran Pemerintah. Jika tidak, ya tak afa-afa. Namanya juga hanya bertanya.

Kewajiban orang sekolahan adalah menjawab, termasuk menyediakan jawaban-jawaban yang mungkin diturunkan oleh pertanyaan tadi. Apa mungkin? Mungkin sekali. Saya mengalaminya sendiri. Kapan saya mengalami? Sejak kanak-kanak, bahkan.

Sebagai orang desa, taaruf saya dengan sekolah dimulai dengan “paksaan”. Betul, guru-guru SD saya terbilang sering turba (baca: turun ke bawah). Mendatangi rumah-rumah penduduk. Memberi penjelasan panjang-lebar kepada penduduk, tentang pentingnya sekolah. Dan itu sudah sangat lumayan. Kerja keras guru-guru berbuah. Anak-anak yang tadinya di pagi hari langsung digelandang orangtua ke landang, kini meladangnya agak siangan. Kira-kira jam 10an. Pagi-pagi, anak-anak mulai banyak yang ke sekolah. Juga saya.

Rintangan berat orangtua menyekolahkan anaknya terbilang sepele, sebenarnya, namun cukup menusuk. Apa sih gunanya sekolah? Untuk bisa baca-tulis saja to? Camat sudah ada, kata mereka. Orang kecil macam kita mana mungkin bisa jadi camat. Camat itu berasal dari keluarga penggede. Orang kecil itu kerjanya nyari rumput.

Demikian pun untuk guru. Guru-guru di sekolah adalah guru-guru impor dari Jawa. Mereka juga keturunan penggede, begitu kata orangtua.

Persoalannya, apa jawaban kita cukup meyakinkan? Persisnya, jawaban yang paling otentik dan otoritatif adalah jawaban yang disertai bukti. Anda menjawab “A”, maka sekurangnya Anda adalah representasi dari “A”. Bukan “A” dalam angan-angan, atau “A” menurut pendapat atawa persepsi si Anu. Ini jelas kleru dan mudah dipatahkan.

Sebagai misal, sekolah dapat menolong kita dari jurang kegelapan kebodohan. Maka, jawaban terbaik Anda adalah menjadi pintar.

Tapi jenis yang terakhir ini adalah jenis pertanyaan klise. Pertanyaan yang sudah dimakan ngengat sejak saya SD dulu. Tak mungkin terlontar lagi.

Pertanyaan yang menusuk-nusuk kalbu itu, ya, semacam: apa sekolah bisa menjadikanmu kaya? Apa ijazah menjamin masa depan? Apa sekolah bisa menghidupimu kelak? Apa sekolah bisa memungkinkan gaji setingkat camat? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang bila didengar bikin meredup seluruh bintang cita-cita di kepala.

Maka, wajarlah kalau pertanyaan dengan sinisme tingkat langit ketujuh itu muncul.

Jawaban Terwajar

Lalu, kita mau mencari-cari jawaban kemana bahwa bersekolah itu lebih dari sekedar bisa baca-tulis?

Sederhana. Buat dirimu sakses. Dengan cara apapun. Yang penting bukan dengan cara menilap duit negara.

Dengan menjadikan diri Anda sakses, Anda tak perlu berbusa-busa menjejalkan isi otak ke hadapan sinismen dan siniswomen. Dengan membikin Anda terpandang, pandangan orang akan seturut dengan jenis mobil, merk baju, dan tipe rumah Anda.

sekolah sukses

Related Post

Leave a reply